Apa itu solusi berbasis alam?

Bagikan Artikel ini

Pertemuan antara air dan tanah menghasilkan potensi yang luar biasa. Tertarik oleh akses ke sumber daya laut dan jalur perdagangan, masyarakat telah menetap di sepanjang garis pantai dunia sepanjang sejarah. Di era yang terglobalisasi saat ini, 37% masyarakat menetap di sepanjang pantai (lembar fakta Konferensi Kelautan PBB 2017). Kemudahan pengiriman, pariwisata, dan perdagangan komersial serta swasembada perikanan memberikan harapan besar untuk menetap di pesisir laut.

Garis pantai juga merupakan garis depan: disinilah banyak bahaya yang menyebabkan bencana yang sangat besar. Pada tahun 2004, tsunami Samudera Hindia menewaskan sedikitnya 228.000 orang dan menyebabkan kerugian yang diperkirakan sebesar USD 15 miliar. Pada umumnya, siklon dan badai membunuh dan menghancurkan saat mereka mencapai daratan dengan kecepatan maksimum.

Sesuai dengan data analisis bencana terkait siklon, badai, dan angin topan menunjukkan (berdasarkan database EMDAT), jumlah kematian rata-rata tahunan telah menurun dari 20.600 (1990-99) menjadi 2.800 (2010-19), sementara itu kerugian ekonomi meningkat secara signifikan selama periode yang sama (dari USD 16,4 menjadi 69,6 miliar). Meskipun dua badai (Bangladesh 1991, Myanmar 2008) masing-masingnya menyebabkan lebih dari 130.000 kematian, kemajuan dalam peringatan dini dan kesiapsiagaan telah menurunkan angka korban jiwa: kurang dari 5% kematian akibat bencana tahunan global sebanyak 60.000 (2010-19) terkait dengan badai. Di banyak tempat, permasalahan dari penurunan tanah, pengelolaan air yang buruk, degradasi ekosistem dan kenaikan permukaan laut secara bersamaan dapat meningkatkan kerentanan terhadap permasalahan cuaca ekstrim dan paparan yang lebih besar terhadap pemicu stres.

Ekosistem pesisir yang sehat seperti bakau, terumbu karang, bukit pasir, dan rawa dapat membantu melindungi masyarakat dan aset mereka dari potensi bencana. Namun karena berbagai alasan, ekosistem yang berharga ini masih tidak terlindungi dan terus dihancurkan.

Kabar baiknya bahwa banyak yang bisa dilakukan untuk dapat mengembalikan manfaat perlindungan alam. Solusi berbasis alam (NbS) merupakan tindakan yang mampu mengatasi tantangan sosial (seperti perubahan iklim dan risiko bencana) dengan cara melindungi, mengelola secara berkelanjutan, dan memulihkan ekosistem alami atau yang telah dimodifikasi (IUCN 2016).

Usaha konservasi ini dapat dikategorikan menjadi empat kelompok:

  • Solusi yang sepenuhnya alami yang memanfaatkan sistem yang ada secara alami, seperti terumbu karang, rawa-rawa dan mangrove;
  • Solusi alami terkelola yang memanfaatkan perantara, seperti terumbu karang atau karang buatan, pantai dan gundukan pasir yang diperbarui, rawa dan penanaman pohon mangrove;
  • Solusi hibrid yang menggabungkan teknik struktural ("gray infrastructure") dan fitur alami ("green infrastructure"), seperti sistem rawa-rawa atau sistem dune-dyke; dan
  • Rekayasa struktur ramah lingkungan yang bermanfaat bagi sistem alami, seperti rekayasa vegetasi atau pagar sedimen bambu (Pontee et al 2016:30.).

Selain mengurangi risiko bencana terkait dengan perubahan iklim, Solusi berbasis Alam juga dapat meningkatkan ketahanan pangan, ketahanan air, pembangunan sosial dan ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Singkatnya, solusi berbasis alam meningkatkan ketahanan melalui alam.

Masalah lingkungan sangat besar, dan solusi berbasis alam dapat diintegrasikan ke dalam pengurangan risiko bencana (PRB) yang lebih luas. Panduan ini menunjukkan cara mengimplementasikannya, serta menjelaskan kepada Anda delapan tahap menuju peningkatan ketahanan pesisir.

Mari kita mulai. Kami menyarankan untuk membaca seluruh perkenalan ini, dan juga keseluruhan Panduan Biru, dari Tahap 1 sampai dengan Tahap 8. Gunakan menu di sebelah kiri dan klik Tahap 1: Konsep dan Ruang Lingkup.

Apa itu solusi berbasis alam?